Berita Pelabuhan Perikanan
berita PPN. Ambon | 18 December 2015

ABK Asing di Ambon Harus Pulang Sebelum Natal, Pidana Bagi Perusahaan Nakal

Detikcom. Ambon - Mediasi yang difasilitasi Kementerian Kelautan dan Perikanan tentang keberadaan ABK Asing di Ambon menemui kesepakatan. Perusahaan yang mempekerjakan mereka harus sudah membayarkan upah dan memulangkan ABK ke negara asalnya sebelum Hari Raya Natal.

"Maksimal tanggal 23 Desember sudah diselesaikan. Sebelum hari Natal. Kalau bisa sebelumnya," ucap Ketua Satgas Pencegahan dan Pemberantasan IUU (Illegal unreported and unregulated) Fishing, Achmad Santosa kepada para perwakilan perusahaan yang memperkerjakan ABK Asing.

Hal tersebut disampaikannya dalam mediasi yang dilakukan di Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon, Tantui, Rabu (16/12/2015). Sejak moratorium penangkapan ikan oleh kapal asing yang dikeluarkan oleh Menteri KKP Susi Pudjiastuti, seratusan ABK dari Myanmar dan Thailand terkatung-katung di PPN Ambon.

Mereka dipekerjakan oleh perusahaan Indonesia dan belum mendapat upah. Pemerintah mewajibkan agar perusahaan itu membayar hak-hak ABK, termasuk memfasilitasi agar memulangkan mereka ke negara asalnya.

"Yang penting dibayarkan hak dan setelah itu dibiayai oleh perusahaan. maka kalau nggak akan dikenakan peraturan yang berlaku. Kita sekarang masih persuasi," jelas Irjen KKP Andha Fauzie di lokasi yang sama.

Penanganan ini dibantu oleh NGO yang berfokus pada masalah perdagangan manusia, International Organization for Migration (IOM). IOM juga melakukan pendataan dan penelitian mengenai para ABK asing tersebut.

Ada 3 grup perusahaan yang dimediasi dalam hal ini, yaitu grup PT S&T Mitra Mina Industri dan PT Era Sistem Informasindo, kedua adalah grup PT Sumber Laut Utama dan PT Maju Bersama Jaya.  Serta ketiga adalah Mabiru Grup yang membawahi 5 perusahaan (PT Tanggul Mina Nusantara, Pt Thalindo Arumina Jaya, PT Jaring Mas, PT Handigdo dan PT Biota Indo Persada).

Untuk grup pertama, diketahui mereka masih memiliki tanggung jawab terhadap 12 WN Myanmar dan 13 ABK asal Thailand. Mereka pun sepakat untuk membayarkan upah dan mengurus para ABK untuk dipulangkan ke negaranya masing-masing sambung menunggu terbitnya certificate of identity (COI) atau semacam pengganti paspor beberapa ABK yang belum memilikinya dari pihak kedubes.

"Kami siap untuk memulangkan mereka, sejak awal. Dan hak-hak diberikan oleh perusahaan. 13 yang dari Thailand masih ada di kapal, belum dipulangkan karena kita minta mereka menjaga kapal. Tapi kami siap jika diminta untuk memulangkan," ujar perwakilan perusahaan PT Sumber Laut Utama.

Sementara itu untuk Mabiru grup, terdapat data yang tidak sesuai antara perusahaan dengan IOM. Pihak perusahaan merasa hanya mempekerjakan WN Thailand sebanyak 33 orang, dan 26 ABK Myanmar. Sementara itu IOM menemukan bahwa Mabiru Grup berutang pada 77 WN Myanmar.

Pihak Mabiru Grup mengklaim bahwa mereka yang tidak ada di data perusahaan merupakan ABK cabutan dari perusahaan lain. Mabiru Grup hanya mengakui ABK yang sejak awal terdaftar sebegai pekerja.

"Memang benar dari mereka ada yang kabur dari perusahaan lain. Tapi mereka hanya minta upah saat mereka kerja di Mabiru. IOM punya data hitungannya. Ini hasil wawancara dengan ABK," ucap National Project Coordinator IOM Indonesia Nurul Choiriyah yang hadir dalam rapat.

Untuk semakin membuat jernih masalah, pihak KKP meminta agar masing-masing instansi pada Sabtu (19/12) nanti bertemu untuk kembali membahasnya. Perusahaan diminta membawa bukti-bukti.

Masalah lainnya pun terletak pada jumlah upah yang harus dibayarkan. Aturan standar menurut perusahaan, bagi ABK dibayar sebanyak 9.000 bath/bulan, koki 10.000 bath/bulan, dan foremen 12.000 bath/bulan. Namun para pekerja menuntut di atasnya.

"Kalau belum menemukan jalan tengah, pemerintah yang akan putuskan besarannya. KKP tahu harga pasar berapa," tutur Ketenagakerjaan dan K3 Kemenaker Muji Handaya yang terlibat dalam pembahasan.

Mabiru grup juga diminta membereskan masalah pesangon ABK asal Indonesia yang di-PHK karena adanya moratium itu. Pasalnya meski perusahaan mengklaim sudah membayar semua, ada aduan yang mengatakan 133 ABK Indonesia belum mendapat upah pesangon. Mabiru dituntut membawa buktinya.

Sementara itu untuk PT S&T Mitra Mina Industri dan PT Era Sistem, menyatakan siap memenuhi tenggat waktu yang diberikan. Mereka hanya memerlukan COI sehingga pemerintah Indonesia mendesak Kedubes Thailand dan Myanmar untuk mengurus dalam waktu satu minggu.

IOM sebenarnya menyatakan grup ini memiliki 19 ABK Myanmar, namun perusahaan mengatakan hanya mempunyai 28 pekerja asal Thailand. Jika data IOM pada hari Sabtu benar adanya, maka PT tersebut diwajibkan membayar.

"Saya minta Desember ini tuntas, kalau tidak saya minta bantuan polisi itu kalau ada pidana, anda yang saya bawa. Kemudian hari anda mempekerjakan tenaga ilegal lagi langsung pidana. paham? Segala hak hingga pemulangan ABK harus dibayarkan perusahaan," tukas Muji kepada semua pihak perusahaan dengan tegas.

« Kembali