Berita Pelabuhan Perikanan
berita PPN. Sungailiat | 02 October 2014

Hari Kesaktian Pancasila

Pancasila adalah kekayaan bangsa yang tidak ternilai harganya, yang merupakan rangkuman dari nilai-nilai luhur yang digali dari akar budaya bangsa yang mencakup seluruh kebuhtuhan dan hak-hak dasar manusia secara universal, sehingga dapat dijadikan landasan falsafah hidup bangsa Indonesia yang majemuk, baik dari segi agama, etnis, ras, bahasa, dan golongan. Pada Hari Rabu, tanggal 01 Oktober 2014, Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat menyelenggarakan upacara bendera memperingati hari kesaktian Pancasila, sebagai ideology Negara dan Falsafah Bangsa yang harus di wujudkan dan di amalkan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Upacara Hari Kesaktian Pancasila di hadiri oleh Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bapak Rahmat Irawan, A.Pi, M.M selaku inspektur upacara dan seluruh pegawai PPN Sungailiat sebagai peserta upacara. Tema peringatan hari kesaktian pancasila kali ini adalah “ Penguatan Nilai-Nilai Pancasila Untuk Meningkatkan Kualitas Demokrasi”. Upacara dilaksanakan di depan Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat. Dalam sambutan Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat menyampaikan bahwa “pancasila sebgai satu-satunya symbol yang harus kita junjung sebagai perwujudan jati diri bangsa, yang telah mengantarkan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan”. Sekilas Sejarah Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober adalah hari selamatnya bangsa Indonesia dari malapetaka Gerakan 30 September (G.30.S). Selamatnya bangsa Indonesia berkat usaha dan upaya manusia serta pertolongan Allah Yang Maha Kuasa. Pada 30 September itu telah terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap jenderal-jenderal putra terbaik bangsa Indonesia. Mereka yang menjadi korban itu adalah : Letnan Jenderal A. Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen Haryono, Mayjen S. parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Letnan Satu Pire Andreas Tendean, dan Brigadir Polisi Karel Susult Tubun. Sementara Jenderal A.H. Nasution berhasil meloloskan diri dari kepungan G.30.S PKI, meski kakinya kena tembak dan putrinya Ade Irma Suryani menjadi korban dan beberapa hari kemudian meninggal dunia. Pada tanggal tersebut pemberontak berhasil menguasai dua sarana komunikasi yaitu RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi masing-masing di Jalan Merdeka Barat dan di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI pagi jam 07.20 dan jam 08.15. pemberontak mengumumkan tentang terbentuknya “Dewan Revolusi” di pusat dan di daerah-daerah. Dewan Revolusi merupakan sumber segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia. Juga diumum, gerakan tersebut ditujukan kepada “Jenderal-Jenderal” anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan coup terhadap pemerintah. Pada saat bersamaan diumumkan pendemisioniran Kabinet Dwikora. Jam 14.00 diumumkan lagi bahwa Dewan Revolusi diketuai oleh Letkol Untung dengan wakil-wakilnya Brigjen Supardjo, Mengapa Suharto Menjadikan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila? Hari Kesaktian Pancasila dilahirkan oleh Jenderal Suharto dalam rangka melakukan terhadap pemerintahan Presiden Sukarno. Sedangkan Pancasila dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1945 dengan Bung Karno sebagai penggalinya. Padahal sang penggali sendiri tidak pernah menjadikannya sebagai pusaka yang sakti, sehingga menjadi sesuatu yang lahir secara wajar dan sesuai dengan keadaan obyektif pada waktu itu. Tetapi dalam perkembangannya kemudian selama pemerintahan Bung Karno, Pancasila senantiasa diterima oleh bangsa Indonesia sebagai dasar berbangsa dan bernegara, dan dengan dasar Pancasila jugalah kemudian rongrongan-rongrongan dan pemberontakan kaum reaksioner DI/TII, PRRI/Permesta dan tindakan mereka yang membentuk Dewan Gajah, Dewan Banteng dlsb. kemudian bisa dihancurkan dengan dukungan Rakyat. Oleh karena Pancasila itu diterima dan didukung oleh Rakyat, walaupun diantara para pendukung Pancasila itu sendiri belum tentu bisa memahaminya secara jelas, namun kepercayaan atau kecintaan Rakyat terhadap Pancasila dan penggalinya (Bung Karno) telah sangat melekat. Hal inilah yang kemudian dimanipulasi oleh Jenderal Suharto dan jenderal-jenderal Angkatan Darat lainnya untuk mengkhianati dan menghancurkan Pancasila dan penggalinya sekaligus. Tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, yaitu hari yang sesungguhnya ketika apa yang menamakan dirinya Gerakan Tigapuluh September atau G30S itu bergerak, setelah salah seorang pelakunya yang juga merupakan orang terdekat jenderal Suharto yaitu Kolonel Latif melaporkan rencananya kepada Suharto yang sedang menunggu anaknya bernama Tommy Suharto di rumah sakit Gatot Subroto.

« Kembali